Selamat datang kawan kassai... Jangan lupa tetap utamakan kode etik berinternet ~_^ V -- Pengunjung yang baik selalu meninggalkan jejak lewat komentar ;) juga jadi member :D

Selasa, 23 Desember 2014

Halah Embuh!

Embuh mulaihe kepriwe, nyong ora ngerti,.
Sing jelas,
kawit kuwe nyong ngrasa dina sing biasane panase ora lumrah, dadi sejuk sepoi-sepoi
Padahal srengenge posisine ajeg, ora katilep, mala tambah cementer.

Nyong ora ngerti kiye apa arane,
Nyong pernah ngalami kaya kiye,
tapi ganu.

Ing Papan Kang Tanpa Sudut


Iki carita ing papan kang tanpa sudut
Aku nata kang kajeneng candu rindu
Lan, sampeyan kang gawe sapisan-pisan sakau
Jarene manungsa, nggane tenan manunggal
Suwe-suwe iki bakal ilang kanggo sampeyan
Suwe-suwe uga, iki bakal kekal kanggo aku
Amarga, lanang kuwi sampeyan
Lan, wadon kuwi aku

Kawula dateng Panjenengan


Menika tansah bab pangantos
Menika tansah rasa katresnan
Menika tansah gegurit sekaran
Kawula dateng panjenengan

Boten mangertos kamangke

Bakal kadados tunggon sulayan
Bakal kadados sesek katunggon
Bakal kadados ilang katresnan
Kawula dateng panjenengan

Kamis, 11 Desember 2014

Dimensi


Bahiyatul Musfaidah

Bunyi klakson memekakkan telinga, setiap hari, setiap detik. Tanpa ku tahu pasti setiap kali klakson mereka bunyikan, ada gulungan-gulungan metafisis, berwarna hitam pekat keluar dari pori mereka. Terkadang dikolaborasi percikan-percikan bara merah dari mulut mereka. Aku ngeri melihatnya.
Kegaduhan ini menang jauh dari senandung embun pagi yang kutinggalkan beberapa tahun silam, di salah satu dataran tinggi Pulau Jawa. Ya, aku sudah melewat waktu dan jarak teramat jauh, untuk sekedar menenggak yang kata orang namanya ilmu. Ini menang jauh dari duniaku di ujung bukit sana. Sekedar untuk duduk di bangku kelas yang jauh dari kata nyaman pun harus rela naik turun tebing berkali-kali, melewat pematang sawah becek penuh lumpur. Tapi entah kenapa kondisi seperti itu justru terasa lebih bersahabat. Bukan terjebak dalam kemacetan berkepanjangan, bermandikan keringat dan asap polusi. Seakan kondisi ini malas untuk sekedar menyapa ramah. Dan untuk masalah ini, di sini kalah jauh dari tanah yang kutinggalkan itu.
Aku memacu langkahku menyusur koridor lokal dari gedung yang menjulang dengan warna yang sangat mencolok. Dinding-dindingnya berdiri angkuh, memandang sinis diriku. Aku balik menantangnya, kau tak tahu bahwa sekarang aku yang menguasaimu?! Dinding itu menciut.
Langkahku semakin cepat menurun tangga. Sepatuku beradu dengan lantai putih yang mengkilap, menciptakan ketukan melodi semakin cepat dan smakin cepat. Lagi-lagi memotong lalu-lalang, menerobos bunyi klakson dan umpatan-umpatan menjengkelkan. Lagi-lagi beradu dengan gulungan jiwa hitam. Sebenarnya ini membuatku jemu.
“Semalem gue pulang jam 1 coba, dan gue ketauan!” Satu dari beberapa gadis berseragam SMP di depanku berceloteh.
Elu sih, disuruh nginep di rumah gue kagak mau! B*go banget si lu!” Gadis yang lain menyaut. Disertai tawa gadis yang lain. Perbincangan mereka berlanjut, tapi aku mengabaikannya, sibuk dengan pikiranku sendiri. Aku merasa tengah berada dalam dimensi yang berbeda. Dimensiku bersekat budaya absurd.