Selamat datang kawan kassai... Jangan lupa tetap utamakan kode etik berinternet ~_^ V -- Pengunjung yang baik selalu meninggalkan jejak lewat komentar ;) juga jadi member :D

Sabtu, 04 Januari 2014

Bukan Komedi Hiburan, tapi Penghancur Moral Anak Bangsa

Akhir-akhir  ini dunia pertelevisian Indonesia digempar-gemparkan dengan program acara komedi yang semakin lama semakin melenceng dari jalurnya. Hampir di semua stasiun menayangkan acara bertema tersebut. Sebut saja YKS di Trans TV, Pesbukers di ANTV, Sabtu Minggu Seru di Trans 7 dan sejenisnya, banyak menuai kritik masyarakat maupun lembaga lantaran program acara tersebut kurang mendidik. Goyangan-goyangan masal yang terlalu vulgar, candaan yang berlebihan, perkataan yang kasar dan kurang sopan, itu yang menjadi poin utama dari kritikan masyarakat. Memang program acara televise tersebut berupaya untuk menghibur dan memberi inspirasi, namun, cobalah memberi nuansa edukasi, tidak perlu muluk-muluk, cukup dengan adegan-adegan yang sopan, busana yang sesuai dengan adat bangsa kita bangsa timur, jauh dari kata-kata kasar dan ketidak sopanan.
Penulis paham, itu merupakan settingan dari tim kreativ, tapi apakah layak hal tersebut dipertontonkan? Apa manfaatnya? Anda bisa menjawab menurut penilaian anda  sendiri.


Kenapa masih tayang?
Sebenarnya sudah banyak pihak yang mengecam tayangan tersebut, seperti KPI, FPI, MUI, KPAI dan sebagainya. Tapi kenapa masih saja program acara tersebut tayang? Kembali lagi ke masyarakat. Animo masyarakat akan hiburan dari televisi tidaklah rendah. Di Indonesia, sebuah acara televisi, jika penontonnya banyak, ratingnya pasti juga akan naik, dan dengan alasan tersebut pihak stasiun televisi tidak akan menyetop program acara tersebut. Beda dengan dunia pertelevisian di Barat, mereka tidak memperhitungkan rating untuk sebuah penayangan program acara. Sebenarnya sedikit heran, Indonesia, Negara Timur malah mengadopsi budaya-budaya barat dalam penyajian program acara, dari segi busana dan tema. Tapi kenapa dalam porsi penayangan dan sistemnya tidak? Jika memang sudah dikecam banyak pihak, ya sudah, sebaiknya hentikan saja. Mengadopsi kok setengah-setengah.
Inilah, peran penonton saat ini dibutuhkan, jika memang mengkritik, jika memang tak setuju dengan acara tersebut, jangan mempertahankan program acara tersebut dengan cara masih tetap menontonnya. Jika ingin acara tersebut ditiadakan, turunkan ratingnya terlebih dahulu. Dari diri kita sendiri dan orang-orang disekitar kita dengan cara menghimbaunya. Karena kita tidak sepenuhnya mangandalkan ketegasan KPI sebagai fungsi pengawas untuk menghentikan program acara yang kurang mendidik tersebut.
Kita hidup di Indonesia. Bangsa yang menjungjung tinggi moral dan etika dalam kehidupan, oleh karena itu jangan samakan kondisi kita dengan barat. Kita punya harga diri bangsa yang perlu dijaga, kita punya generasi penerus yang akan membawa bangsa ke arah lebih baik.


Dampak Negatif pada Anak
Penonton acara tersebut bukan hanya orang dewasa, tapi juga anak-anak dibawah umur. Mereka bisa dengan mudah menerima apa yang mereka lihat, karena usia anak adalah usia melakukan proses imitasi. Selanjutnya, akan menjadi kebiasaan dan membentuk karakter mereka.  Apa jadinya jika yang mereka lihat adalah adegan-adegan pukul memukul, tabor menabur tepung, saling mendorong hingga salah satu pemain terjatuh, didikan goyangan vulgar, saling mengejek dan menghina. Pantas saja generasi muda sekarang moralnya bobrok, tawuran dimana-mana, anak kecil sudah mengenal sex, kata-kata yang keluar dari mulut mereka jauh dari sopan santun. Mungkin ini salah satu efek dari tayangan yang tidak mendidik tersebut.
Acara televisi yang marak dan tidak edukatif tersebut akan berdampak terhadap anak-anak dan remaja. Yang mana, pengaruh tayangan tersebut secara tidak langsung dan mungkin tidak kita sadari dapat menggerus budaya serta peradaban anak-anak sebagai aset bangsa.
Anak-anak butuh program acara yang sesuai dengan nuansa mereka. Bukan acara joget-joget ga jelas, lawakan yang sama sekali tidak mempunyai pesan moral. Tapi program yang mendidik dan membangun karakter, program yang mencegah dari perilaku-perilaku beresiko. Bagaimana negeri ini mampu mencapai tujuan Negara kita yang telah tertera di UUD, salah satunya yaitu Mencerdaskan kehidupan bangsa, jika salah satu aspeknya (pihak produsen acara) justru memberi asupan acara yang berkebalikan dengan tujuan Negara? Jadi jangan heran jika mungkin beberapa tahun kemudian, Indonesia mengalami krisis moral.
Selain itu, tentu saja peran orang tua sangat penting dalam mengawasi tontonan anak. Bagaimanapun juga, orang tua harus selektif dalam memilih tayangan yang sesuai dengan anak-anak. Apalagi jam tayang acara-acara yang kurang sesuai dengan tontonan anak-anak tersebut tayang bersamaan dengan jam belajar anak, alangkah baiknya jika semua televisi di dalam rumah dimatikan. Bukan malah anaknya dituntut untuk belajar, tapi orang tuanya malah asyik menonton, tidak mendampingi anak belajar.
Masyarakat yang cerdas, pasti mampu memilah dan memilih tayangan mana yang baik dan bermutu. ;)

Bahiyatul Musfaidah,
Mahasiswi Distrik Pendidikan Agama Islam
Komisariat Tarbiyah
UIN Jakarta


4 komentar: