Oleh : Bahiyatul Musfaidah

Penantang Utama
Siapa
penantang utama bagi kancah Pendidikan kita? Ya! Dialah “globalisasi”. Salah
satu dampak dari globalisasi adalah teknologi yang semakin canggih. Pengaruh dari canggihnya system informasi
inilah yang kemudian merombak secara perlahan pendidikan di Indonesia, dari
semua segi. Salah satunya adalah mulai lunturnya nilai-nilai budaya dalam dunia
pendidikan. Seperti menurunnya minat baca dan berkurangnya minat untuk mengoleksi
buku-buku pengetahuan. Karena apa yang mereka butuhkan, apa yang mereka
pertanyakan, dan apa yang mereka harapkan sudah tersuguh sempurna dalam layar
LCD di hadapan mereka, tinggal memasukkan kata kunci di mesin pencari saja, secara
instan bisa langsung dinikmati. Inilah yang menjadikan took-toko buku semakin
sepi. Dan ini pulalah yang mengakibatkan timbulnya budaya baru yang sama sekali
tidak mendidik, budaya copy-paste.
Selain
itu, globalisasi lewat IPTEK juga telah membuka gerbang Pendidikan di kancah
antarbangsa salah satunya dengan cara mengadopsi program-program pendidikan
dari luar negeri. Mulai dari pembelajaran berbasis virtual, e-learning, dan lain sebagainya. Dan lagi maraknya
instansi-instansi pendidikan yang ber titel internasional. Apa sebenarnya yang
membuat sekolah dengan embel-embel
Internasional terkesan lebih baik? Kata “Internasional”nya? Coba kita tengok
lagi kasus yang terjadi di salah satu sekolah dengan embel-embel Internasional,
tak perlu di jelaskan panjang lebar lagi, ini hanya sebagai refleksi diri kita
saja bahwa kualitas sebuah sekolah tidak dilihat dari namanya saja, tetapi
proses di dalamnya.
Selain
itu, fenomena globalisasi juga membuat si Pembuat Kurikulum bangsa kita
ketar-ketir. Pasalnya, dengan perkembangan globalisasi yang cukup pesat membuat
pemerintah harus cepat tanggap dan menyesuaikan diri, terjadilah
perubahan-perubahan kurikulum yang jarak waktunya relatif singkat, namun justru
membuat beberapa elemen dalam dunia pendidikan ikut dibuat bingung. Apa ini bisa
dikatakan sebagai jawaban atas serangan frontal dari globalisasi? Bisa jadi.
Kurikulum
yang berlaku saat ini adalah Kurikulum 2013. K-13 ini sangat mengedepankan
pendidikan karakter. Yang mana, karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
kerama, budaya, adat istiadat, dan estetika ( Samani, 2011: 41 )
Masalahnya
adalah, disaat penerapan pendidikan karakter di Indonesia benar-benar di
terapkan, saat itulah serangan globalisasi kembali menembus dinding pertahanan
Pendidikan Indonesia, yaitu lewat rudal ala budaya-budaya asing. Budaya asing
yang membuat generasi kita terlena dan lupa akan pendidikan karakter yang
tengah dirintis. Prihatinnya lagi, kita tak bisa lepas begitu saja dari
belenggu budaya asing tersebut. Salah satunya adalah gadget. Kapanpun dan dimanapun, gadget
tak pernah lepas dari tangan kita. Benda ajaib ini benar-benar merubah sebagian
besar orang menjadi orang –orang individualis, cuek dan tidak peka. Contoh lain
adalah budaya fashion, budaya K-POP dan budaya asing lainnya. Generasi
kita tak sungkan-sungkan mengadopsi dan menjadikannya habit dalam kesehariannya. Anehnya lagi, generasi kita justru lebih
terlihat bangga dengan gaya mereka bertingkah ala luar negeri. Inilah yang
menjadikan hilangnya identitas asli orang Indonesia.
Pun
dengan nilai luhur Pendidikan kita. Kasus kampus UTS tahun 2008 lalu (unjabisnis.net), merupakan bukti nyata kemrosotan
nilai-nilai luhur dalam pendidikan. Kemrosotan nilai-nilai luhur dalam
pendidikan sudah tidak menjadi hal rahasia lagi. Gelar sarjana, master, doctor,
professor dapat diperoleh dengan nominal rupiah. Tanpa harus mengikuti proses
belajar mengajar yang sesuai prosedur. Munculnya sekolah-sekolah yang bersaing
menawarkan terobosan baru dalam dunia pendidikan yang kebanyakan hanya sebagai
media bisnis. Mereka menyodorkan terobosan dalam dunia pendidikan dengan
imbalan uang yang tak sedikit jumlahnya. Ini sangat mengecewakan. Prestasi nol
besar yang sama sekali tak patut dibanggakan.
Dimana
sikap hormat dan sikap melestarikan budaya sendiri? Dimana sikap ramah-tamah
yang kerap dibicarakan oleh orang asing? Dimana jiwa-jiwa dermawan kita yang diajarkan
nenek moyang kita? Dimana kejujuran yang kita banggakan? Dimana nilai
pendidikannya? Semuanya perlahan menipis terkikis arus globalisasi.
Jalan Keluar
Dalam
sebuah forum di ajang GMF 2012, mantan presiden BJ. Habibie, mengemukakan,
“Kalau kita bisa pandai-pandai
memanfaatkan teknologi dan memperkuat pertahanan budaya, kita bisa bersinergi
positif dan mengambil keuntungan dari globalisasi tersebut, sehingga bisa
meningkatkan produktivitas. Produktivitas
itu adalah fungsi dari tiga elemen: budaya, agama, pengertian terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi. Bila ketiganya harmonis, maka produktivitas akan
meningkat.”
Dari apa yang telah dikemukakan BJ. Habibie diatas, dapat disimpulkan, bahwa tugas
kita sekarang adalah, bagaimana caranya menjalankan ke tiga elemen tersebut
secara harmonis.
Yang
pertama adalah Budaya, Tidak usah terlalu jauh, nasihati diri kita sendiri
terlebih dahulu saja. Ingatkan diri kita sendiri bahwa budaya sendiri jauh
lebih indah. Budaya sendiri jauh lebih bernilai dan jauh lebih pantas untuk
dibanggakan. Hormati budaya kita seperti halnya menghormati diri kita sendiri.
Tak perlu mengadopsi budaya tetangga jika budaya kita ternyata memang lebih
luar biasa. Intinya, Percaya diri saja, bahwa selalu milik kita yang terbaik,
dan melihat milik orang lain untuk mengevaluasi yang kita miliki! Kita hidup di
Indonesia, jadi terapkan metode pendidikan yang sesuai dengan kultur kita
bangsa Indonesia. Ingat selalu Pancasila sebagai ideology bangsa kita.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَ الَّذينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجاتٍ وَ اللَّهُ بِما تَعْمَلُونَ خَبير
Artinya :
Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.s.
al-Mujadalah : 11)
Kemudian
yang ketiga adalah IPTEK. Sebagaimana kita tahu, IPTEK bukan hanya manimbulkan
efek negative, tetapi banyak juga berefek positif. Tinggal bagaimana kita
membatasi diri dalam mengakses berbagai perangkat teknologi dan juga memfilter
penggunaannya agar tidak menimbulkan efek negative.
Harmonisasi
ketiga elemen tersebut sangat penting untuk menciptakan Pendidikan Indonesia
yang melahirkan insan-insan produktif. So,
sekaranglah waktunya kita menjalankan peran sebagai agen perubahan!
Bintaro, 20152014
11:25pm
bagus
BalasHapusterimakasiih ka :)
BalasHapuskeren
BalasHapusterimakasiih bang :D
BalasHapustulisan-tulisan sampeyan juga ga kalah keren kok :)
ajiebb
BalasHapus:) terimakasih komentarnya :)
BalasHapusahsan :)
BalasHapustapi maaf, aku baca ayatnya terbalik ya hehe
terimakasiih ka.... coba di baca lagi hehhehe, kmaren saya juga smpet kbaca terbalikk :D
BalasHapussubhanallah mbak ida bagus sekali (:
BalasHapusmakasiih putrii :)
Hapusjgn lupa di like ya di grup bem fitk uin jakarta :D
sukses dan semangat da :D
BalasHapusajarin buat blog yang bagus kayak ida ya hehe :D
juara deh buat ida lombanya!!
ini yang dicari mahasiswa tarbiyah ^_^