Pada pendidikan konvensional paradigma yang dianut
adalah selalu menganggap bahwa guru adalah satu-satunya sumber belajar. Yakni
berkaitan erat dengan penguasaan materi bagi si pendidik. Dan untuk masa modern
seperti sekarang ini, model yang seperti itu tingkat keefektifannya lebih
rendah. Karena apa? Karena peserta didik hanya mengandalkan ilmu dari sang
guru. Padahal tidak semua guru memiliki kemampuan yang sesuai standar guru
semestinya. Tidak sedikit guru yang kurang mampu menguasai materi yang mereka
ajarkan. Jika yang seperti ini, pembelajaran pasti akan berjalan monoton, sang
guru hanya duduk di kursi kebesarannya, dengan penyampaian vocal yang rendah
dan penuh keragu-raguan. Menjawab pertanyaan dari murid pun taidak bisa memuaskan.
Efeknya adalah peserta didik merasa bosan, sibuk sendiri, tidak ada motivasi
untuk belajar, bahkan tertidur. Disini terlihat sekali bahwa peran seorang guru
dalam menyampaikan materi pelajaran sangat berpengaruh terhadap siswa.
Bukan itu saja, metode mengajar yang mendewakan guru
cenderung membatasi lingkup eksplorasi dan imajinasi peserta didik. Karena
mereka menganggap hanya guru lah patokan mereka, sumber ilmu mereka. Tak
masalah memang jika guru yang dimaksud merupakan guru yang berkualitas. Yang
mampu memberi inspirasi dan motivasi bagi peserta didik. Cerdas, berkharisma
dan berwibawa. Jika sebaliknya? Pasti ceritanya akan kembali ke paragraf
diatas.
Dalam paradigma pendidikan modern, tidak lagi
demikian. Siswa dapat belajar dari berbagai sumber lain tidak hanya guru. Yang
biasa desebut sebagai Belajar Berbasis Aneka Sumber (BEBAS). Yaitu strategi pembelajaran dimana siswa membangun pemahamannya melalui interaksi
dengan berbagai sumber belajar baik cetak, non-cetak, maupun orang. Jadi, BEBAS
sangat terkait erat dengan pendekatan konstruktifistik, metode belajar pemecahan
masalah. BEBAS mendorong siswa meningkatkan literasi informasi, meningkatkan
kemampuan berpikir kritis yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam era
informasi/global saat ini. Disamping itu BEBAS lebih berpusat pada siswa
(student-centered learning) yang memungkinkan siswa dapat menemukan dan
membangun pengetahuannya sendiri, dimana guru lebih berperan sebagai fasilitator,
pengelola dan manajer pembelajaran. Apalagi teknologi sekarang sudah sangat
hebat, belajar bisa dilakukan dimanapun dan bagaimanapun caranya. Peserta didik
lebih bisa bereksplorasi sesuai dengan yang dikehendakinya. Di era informasi peserta
didik setiap saat dihadapkan pada berbagai informasi dalam jumlah lebih banyak
dari sebelumnya, sehingga dituntut kemampuan siswa untuk menseleksi dan
memanfaatkan sumber-sumber tersebut untuk kepentingan belajar secara optimal.
Tapi kenyataannya sekarang
adalah, masih banyak juga pendidik yang menngunakan paradigma lama.
Belajar-mengajar secara monoton. Menerangkan materi satu buku penuh, tanpa
sedikitpun bumbu candaan, kemudian mempersilahkan peserta didik untuk
menanyakan yang belum jelas dari apa yang telas dipaparkan, dan respon peserta
didik diam itu justru lebih karena mereka jenuh. Sama sekali tidak memberi
motivasi.
Bagaimana menerapkan belajar
berbasis aneka sumber dalam pembelajaran?
Pertama-tama, pendidik sendiri harus melakukan dan membiasakan diri
untuk memanfaatkan aneka sumber, sehingga akan memudahkan bagi
menentukan strategi yang tepat dalam memanfaatkan aneka sumber yang
memungkinkan terjadinya pencapaian kompetensi yang diharapkan.
Jika dalam sistem pendidikan, peserta didik tidak dipersiapkan untuk
dapat memberi makna terhadap informasi, serta menciptakannya menjadi
pengetahuan, kemudian menggunakan serta mengevaluasi pengetahuan yang
diciptakan orang lain, maka mereka akan menjadi selalu tertinggal.
Selanjutnya adalah menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta didik
memiliki pengalaman belajar yang melalui berbagai sumber. Karena dengan begitu,
pendidik berhasil membuat peserta didik untuk berpendapat, sharing dan berbagi
informasi.
Selain itu pendidik harus mampu merencanakan, menciptakan dan menemukan
kegiatan yang bersifat menantang yang akan membuat peserta didik berpikir,
memberikan alasan logis dan menggunakan pemikiran secara baik. Cara seperti ini
akan lebih komunikatif, sehingga peserta didik tidak akan merasa bosan. Dan
yang perlu diingat adalah, pembelajaran tidak harus berada di dalam ruangan.
Belajar di alam terbuka bukan pilihan yang buruk, karena saat di alam terbuka jangkauan
pemikiran dan imajinasi peserta didik akan lebih luas. Juga energi semangat dan
cerianya bisa dua kali lebih besar dibanding dengan belajar indoor.
So, buat kelas (indoor / outdoor)
kita lebih berkesan lewat keBEBASan yang berkualitas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar