Dan, inilah titik puncak dari interaksi gilaku.
Aku sempurna terkunci, aku sempurna terbelenggu.
Sempurna tak bisa membagi melodi nan syahdu ini.
Karena, pasti ada sebaris dentuman yang memecahkan afeksi hawa di ujung sana.
Biarkan dia nyanyikan lagunya, melanjutkan syair-syair filantropi bukan bersamaku.
Akulah yang bersedia menahan melodiku, bersedia mendengar senandung amorenya yang teramat pilu, pilu untuk sekedar bergetar di gendang telingaku.
Akulah yang bersedia menari, melayang terbang berbaur debu-debu pendendang sendu jiwa, pengiring langgam masygulnya.
Biarkan aku tercecar seperti ini, tercecar tanpa sekalipun menutup mata dan telinga.
Agar aku terbiasa dengan dendang-dendang sejenis ini,
terbiasa dengan tambung dewa amore yang kadang lebih pahit dari apapun.
Sekali lagi, bukan aku mencintai orang yang salah, tapi salahku mencintai orang yang...
tak mengenalku!!!
Aku sempurna terkunci, aku sempurna terbelenggu.
Sempurna tak bisa membagi melodi nan syahdu ini.
Karena, pasti ada sebaris dentuman yang memecahkan afeksi hawa di ujung sana.
Biarkan dia nyanyikan lagunya, melanjutkan syair-syair filantropi bukan bersamaku.
Akulah yang bersedia menahan melodiku, bersedia mendengar senandung amorenya yang teramat pilu, pilu untuk sekedar bergetar di gendang telingaku.
Akulah yang bersedia menari, melayang terbang berbaur debu-debu pendendang sendu jiwa, pengiring langgam masygulnya.
Biarkan aku tercecar seperti ini, tercecar tanpa sekalipun menutup mata dan telinga.
Agar aku terbiasa dengan dendang-dendang sejenis ini,
terbiasa dengan tambung dewa amore yang kadang lebih pahit dari apapun.
Sekali lagi, bukan aku mencintai orang yang salah, tapi salahku mencintai orang yang...
tak mengenalku!!!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar